Tribun Home Nasional Internasional Regional Metropolitan Sains Pendidikan Home » Metropolitan » News Bayi Membiru Tapi ini yang Dilakukan Rumah Sakit, Ibu Laporkan Dugaan Malpraktik

Ira Rahmawati (30), perempuan warga Bekasi, Jawa Barat mendatangi Polda Metro Jaya di Semanggi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (28/3/2017) siang.
Ira datang bersama pengacaranya untuk melaporkan dugaan malpraktik oleh seorang dokter spesialis anak Rumah Sakit MM di Bekasi berinisial AO.

Dugaan malpraktik itu merenggut nyawa putrinya, Dania Maudy Cendana Purba, saat berusia 3 bulan, November 2015 lalu.
Ira sendiri merupakan mantan perawat di RS tersebut.
Dia memilih mengundurkan diri setelah pihak RS dinilainya tidak mau bertanggungjawab terhadap kematian anaknya.
"Kejadiannya 6 November 2015. Kami melaporkan sekarang karena baru siap dan tidak ada respons sama sekali dari pihak rumah sakit. Kita sudah sempat ngomong (meminta tanggungjawab RS), tapi nggak ada tanggapan," ujar Ira di Mapolda Metro Jaya.
Kepada wartawan, Ira menceritakan kronologis peristiwa dugaan malpraktik yang merenggut nyawa putrinya itu.
Seminggu sebelum meninggal dunia, Dania dirawat di RS tersebut karena menderita infeksi paru-paru dan sudah diizinkan pulang oleh dokter I karena sudah bebas demam.
Namun, beberapa hari kemudian, tepatnya Jumat, 6 November 2015, bayi Dania yang dijaga neneknya menderita demam sejak pagi.
Kala itu Ira sudah kembali masuk kerja di Rumah Sakit MM setelah menyudahi cuti lahiran.
Sebelum berangkat kerja, dia berpesan kepada orangtuanya agar memberi kabar bila terjadi sesuatu.
Hingga Jumat pukul 12.00, Ira tidak mendapat kabar apa-apa.
Baru 30 menit kemudian orangtuanya memberi kabar bahwa Dania tidak mau minum sejak pagi dan hanya tertidur.
Mendengar kabar itu, Ira minta izin kepada atasannya agar pulang lebih awal.
Sesampainya di rumah, Ira langsung membawa Dania ke Rumah Sakit MM untuk dirawat.
Waktu itu, di bagian rawat jalan Ira bertemu dokter AO.
Setelah berat badan Dania ditimbang, dokter menyarankan bayi tersebut dirawat.
Pihak keluarga pun setuju
Dania dirawat.
Dia ditempatkan di ruang rawat inap biasa, di lantai 2.
Belum ada sejam di ruangan, tiba-tiba kondisi Dania memburuk.
Bibirnya membiru.
Ira pun langsung pencet tombol emergency untuk memanggil perawat.
"Sesudah itu perawat datang saya bilang 'ini anak biru, saya minta oksigen'. Perawat A langsung lari ke luar ruangan ngambil oksigen, dan oksigen adanya di samping kamar ruangan. Di RS itu nggak ada oksigen central, masih tabung. Yang central adanya di UGD," kata Ira.
"Setelah oksigen masuk saya coba ngomong ke perawat itu masih ada dokter nggak, dokter AO ini, katanya sedang visit di kamar sebelah, dipanggil, datang. Dokter AO itu menyarankan ini harus disedot karena dia tersedak berarti ada sesuatu di tenggorokan," katanya lagi.
Perawat pun berlari mencari alat sedot itu.
Awalnya, kata Ira, perawat-perawat itu sempat bingung dan dia sempat bilang "terserah ngambil dimana mau lantai 1, lantai 3, ambil aja".
Setelah menunggu sekian lama, Ira sebagai orangtua pasien pun minta izin kepada dokter itu untuk melakukan penyedotan manual.
Namun setelah dicoba melalui hidung dan mulut tidak berhasil juga.
Beberapa waktu kemudian alat sedot datang, namun menurut Ira alat itu tidak lengkap.
Selang penghubung yang langsung ke pasien itu tidak ada.
Perawat pun kembali lari mengambil selang penghubung.
Tak lama kemudian, alat yang dicari berhasil didapat.
Setelah disedot, didapatlah lendir yang menyebabkan, Dania tersedak.
Kondisinya yang sebelumnya membiru berangsur memerah tanda membaik.
Beberapa saat kemudian, dokter AO menyarankan Dania dirujuk ke RS lain.
Pihak keluarga menyetujui lewat lisan.
Lalu, dokter AO keluar ruangan untuk menangani pasien lain.
Tiba-tiba, kondisi Dania kembali menurun.
Tubuhnya kembali membiru. Ira langsung keluar mencari dokter AO, namun yang dicari sudah tidak berada di lantai 2.
"Saya inisiatif panggil dokter jaga di UGD, pas panggil dokter, saya berlari, dokter dateng, dokter bilang 'siapin set emergency' ke tim perawat. Tim perawat langsung lari ngambil set emergency. Pas dikasih ke dokter ternyata balon tidak standby, nggak ada sungkupnya, cuma ada balonnya ada, nggak lengkap," kata Ira.
Ira yang juga merupakan pekerja di RS itu pun langsung lari ke ruang perawatan mengambil sungkup yang dibutuhkan anaknya.
"Sambil menuju ke kamar saya coba rakit, saya kasih ke dokternya, dokternya minta izin ke kami untuk melakukan nafas buatan. Dicoba nafas buatan dan dokter meminta izin lagi untuk memasang alat bantu nafas, kami mengiyakan," katanya.
Setelah dipasang alat bantu nafas, saat itu dokter I yang pernah merawat Dania muncul. Dokter itu pun menyarankan agar Dania dirujuk ke RS lain.
"Kami bilang, 'iya dok, sama saya juga mau ngerujuk, tapi dari pihak rumah sakit nggak ada yang membantu mencari rumah sakit yang benar-benar dibutuhkan saat itu," papar Ira.
Dokter tersebut sempat menghubungi dokter di tempatnya berpraktik, namun sang dokter melihat kondisi Dania sudah makin memburuk.
"Waktu itu dokter bilang, 'mbak ini nggak bisa, sudah tidak transportable, gimana kalau kita selesaikan di rumah sakit ini saja?' Akhirnya almarhum yang sebelumnya dirawat inap biasa dipindah ke ruang high care unit di bawahnya ICU. Di situlah almarhum pergi (meninggal dunia--Red)," beber Ira.
Setelah Dania meninggal dunia, Ira memutuskan mengundurkan diri dari pekerjaannya di RS tersebut.
Ira menerangkan, dugaan terjadinya malpraktik terletak pada keterlambatan alat.
"Kalau misalnya set emergency, alat emergenci itu standby, minimal yang kami dapat almarhun itu pindah ke RS yang lain, minimal masuk ke ruang ICU, nggak pergi. Ini karena kelalaian," ucapnya.
Dia menjelaskan, sempat ada usaha menemui pihak RS untuk meminta penjelasan.
Namun, menurutnya pihak RS merasa benar, tidak mau mengakui soal keterlambatan alat itu.
"Setelah H plus 3 atau 4 teman-teman rumah sakit datang ke rumah kami dan mereka keceplosan. Ini manajemen lagi belanja alat-alat yang kemarin dibutuhkan oleh almarhum. Jadi sudah jatuh korban karyawan baru mereka belanja," kata Ira.
Afrizal, pengacara Ira, mengatakan, adapun perkara yang dilaporkan adalah indikasi melakukan tindak pidana Pasal 359 KUHP juncto pasal 84 ayat 2 Undang-undang Kesehatan.
Dalam laporannya itu, Ira membawa alat bukti berupa resume medis.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pasangan Ini Jadi Viral karena Kisah Cintanya yang Berakhir di Surga

Lonomia Obliqua, Ulat Bulu Mungil yang Bisa Bikin Manusia Gagal Ginjal

Heboh Ayam Sebesar Anak Kambing yang Viral di Dunia Maya